Mar 6, 2013

EAR[21] - Psycholonica X Rantau Ranjau - Bipolar Disorder Split (2013)


Hey hey hey apa kabar kalian semua diluar sana. Lama tak berjumpa. Memang. Kami sudah tidak menggunakan facebook. Ini bukan usaha untuk menghindari peradaban, bukan-bukan. Alasanya itu hanya lebih enak kalau tidak punya facebook dan lebih enak punya last.fm. Simpel bukan ? hehehe. Baik, lanjut kepada rilisan kita kali ini, dari salah satu genre/sub-genre favorit saya, hmm boleh saya bilang mereka berdua memainkan wall noise ? Karena cukup rancu untuk mengkategorikan beberapa proyek sesuaraan ke dalam satu sub-genrenya, benar-benar rancu. Jika kita melihat genre noise, yang kita spesifikan sebagai non-musical noise secara kasat mata, semua suara, semua komponen, hardware ataupun software, semuanya terasa sama. Karena itu, saat memperhatikan sub-bab bukan sub-genrenya, tapi sub-bab dari noise ini sendiri tidak hanya dengan kasat mata atau kasat telinga untuk melihat dan mendengarnya, jika memang ingin menggambarkanya secara serius, dan mengesampingkan faktor kebisinganya yang memang dominan didalam sub-bab genre tersebut. Kami rasa semua panca indera harus diikutsertakan ketika ingin memahami dan mendiskripsikan hal-hal ini, bukanya tidak boleh untuk melihat/mendengar noise secara kasat mata, menurut kami sebagai netlabel yang memang lebih terfokus pada sesuaraan yang memiliki bau experimental hal ini adalah hal yang amat krusial unutk diperhatikan. Maka dari itu kami menjelaskan. Dan seperti apa yang kami jelaskan sebelumnya mengenai pelibatan semua panca indera dalam menikmati/memahami/mlihat/mendengar noise. Anda atau kami harus mau merelakan waktu, hati, pikiran, dan kepekaan untuk memperhatikan atmosfir, keanehan, ciri-ciri, fungsi, tujuan, filosofi, sambil menajamkan indera perasa pada telinga anda dalam memberi perhatian pada sesuaraan ini. Karena sekali lagi, noise itu lahir dari kesenyapan, kesenyapan itu nyata, dan noise sebagai bagian dari kesenyapan, noise juga merupakan bagian dari kenyataan. Kenyataan itu hidup, noise itu hidup, dia bergerak, hinggap, dan menempel pada indera perasa di telinga anda, sengaja maupun tidak sengaja, karena sistem pengonsumsian noise atau suara itu seperti udara itu sendiri. Bebas keluar masuk lubang-lubang yang melekat pada tubuh kita yang menjadi organ tubuh kita, tanpa kita bisa melakukan filterisasi terhadap obyek-obyek yang akan masuk itu terlebih dahulu. KECUALI, kesadaran anda menghendaki seperti itu. Dan sayang sekali, noise tidak menghendaki adanya kesadaran. Kesadaran memang bisa dikendalikan, tapi sekali lagi saya katakan disini, kita semua punya kepekaan, kepekaan itu liar dan labil. Dan anda tak akan pernah bisa mengontrol hal-hal tersebut. Kecuali ada keajaiban. Intinya adalah, apapun yang terjadi anda tak bisa begitu saja menyalahkan sebuah keanehan, spesifiknya dalam konteks sesuaraan, karena bukan suara yang harus disalahkan, tapi anda yang seharusnya terbiasa/membiasakan/mentolerir keberadaan suara itu sendiri sebagai bagian dari kenyataan. Jika ada yang salah, maka telinga anda lah yang patut disalahkan.

Mari kita cukupkan saja pembahasan mengenai filosofi sesuaraan yang tiada akhirnya dan selalu dinamis ini, mari kita coba menelisik apa yang ada didalam rilisan ini. Persembahan proyek sesuaraan noise dari Jepang, Psychonolica, ketajaman rekaman suaraa berkriteria ambient yang amat panjang bagaikan tembok. Monoton, kurang variasi mungkin hardware/softwarenya. Tapi semua hal itu bisa dikesampingkan dengan cara menikmatinya. Hal biasa yang terjadi ketika pendengar bertemu dengan karya, tapi sang pembuat karya juga merupakan pendengar, tak ada yang bersalah disini, dan tak akan pernah ada. Telinga tidak akan mudah untuk menjawab pertanyaan tentang nikmat atau tidaknya sesuaraan yang menjalar dari sumbernya ini, mungkin atmosfer, mood dan suasana hati bisa membantu menghantarkan anda pada kenikmatan yang tiada taranya, atau malah jurang kesengsaraan neraka kebisingan. Unpredictable. Coba nikmatilah. Pakai semuanya untuk menikmati sesuaraan dari Psychonolica. Proyek selanjutnya berasal dari Purwokerto, yang juga pernah merilis sebuah kolaborasi onlinenya bersama Sodadosa pada netlabel ini. Akan banyak kita temui istilah obat-obatan pada suara-suara buatanya. Diawali dengan suara berjudul Hypocondriac, kondisi dimana seseoran memiliki sebuah phobia dalam bentuk ketakutan yang amat sangat pada penyakit-penyakit yang menimpanya jika ia tidak segera meminum obat. Ini bukan ketagihan obat, tapi kebutuhan, needs, not greeds. Hmm, istilah ini mengingatkan saya pada vokalis dari band Japanese Rock, Plastic Tree, yang mana vokalis dari band ini mengidap gangguan psikologis bernama Hypocondirac ini. Juga sebuah film berjudul Send Me No Flower, bercerita tentang seorang lelaki yang memiliki kebutuhan berlebih kepada obat, sungguh sebuah phobia yang mengerikan. Maka dari itu sesuaraan berikutnya dari Rantau Ranju sendiri diberi judul dengan nama-nama obat, Xanax Treament, dan Seroquel 200 mg. Memang teman yang cocok untuk sesuaraan yang diciptakan oleh Rantau Ranjau, bising dan membuat pusing haha. Tapi nikmat disisi lain. Terkadang pusing itu menyenangkan. Anda mau mencoba kondisi pusing yang saya rasakan ? Pusing yang nikmat ? Anda mau ? Silahkan langsung dicek saja rilisan yang bisa anda unduh gratis pada tautan berikut ini, ada satu kejutan lagi yang saya sebutkan pada review rilisan ini, silahkan disimak. Salam.


No comments:

Post a Comment