Sore menjelang waktu bagian Ashar ini hujanya rintik-rintik mengguyur kota tempat kami bernaung. Bukan sama sekali mengimagekan bahwa hari ini adalah saat untuk berpesta. Tetap termenung dan terduduk, dancing without moving, di Hak Nam yang kita racaui dengan gombalan-gombalan makhluk sosial sebagaimana mestinya saling mencicit, mereaksi cicitan, kemudian diakhiri dengan menggigit atau malah diam-diam saja. Tanpa sadar, segalau pukau dan bersitan-bersitan yang menguap-uap dalam sanubari pasti teracaukan dalam Hak Nam. Apapun itu pestanya, Hak Nam lah yang menjadi sasaran untuk muntah-muntah, menerbangkan bunyi-bunyian, melipat-lipat kata sampai menjadi origami yang cantik... ah sudahlah memangnya kami peduli dengan bentuk. Lebih baik muntah-muntah, meluluhlantakkan, dan terpleset-pleset saat sedang asik berselancar di Hak Nam yang lautnya begitu luas ini. Seperti kali ini, jarang sekali memang, tapi kali ini, kami tidak merilis yang oleh orang-orang katakan sebagai "Dekonstruksi Bunyi". Sepertinya jika kami muntahkan dalam kata ini adalah sebuah "Gaung Perpestaan" hasil badai-badai otak dari seorang tokoh yang karyanya pernah kami share pada website kami (Naturial & Trihita Kiwari) yaitu Fahmi Mursyid namanya. Sangat kontras sepertinya dari karya-karyanya yang sebelumnya sampai kami tidak bisa muntah.
Entah dia sedang bahagia atau takdir sedang berusaha memberi waktu agar "Gaung Perpestaan" ini dapat dilepaskan pada hari yang dipesta-pestakan ini. Dan kami jadi ingat, kami pernah merilis yang seperti ini, Wheezh juga pada bulan Desember yang pestanya berpora-pora ini. Entah kenapa mungkin tiap Desembernya seperti ini, mungkin juga tidak, seolah-olah hari yang dipesta-pestakan ini seperti menarik kami untuk ikut berkubang dalam kolam pora-pora yang dalamnya tak seberapa dalam namun warnanya sungguh menyemarakan. Dan kami tidak pernah menyalahkan bagaimana Escape dan Uza itu begitu menyeramkan dan semarak. Dan kami juga tidak menyalahkan mabuk-mabukan ala Toro Y Moi dan Blackbird Blackbird karena bagaimanapun kami bisa sangat mabuk dengan mendengarkan J Dilla. Semuanya tidak ada yang salah, kecuali kami yang salah karena tidak bisa mendiskripsikan dengan niat penuh dan semangat yang kental dan malah hanya menyebutkan perbendaharaan aktor/aktris musik yang kami dengarkan. Karena dalam hal ini biasanya yang kami lihat tidak hanya bebunyianya, dan pada dasarnya bebunyian itu tidak dilihat, tapi pada konsepnya, secara tak langsung, itu terdengarkan, menggaruk-nggaruk pelan dan menggelitik lubang samping kepala tempat semuanya tersedot. Yang kami lihat lampu-lampu dan selebrasi itu yang begitu kesepianya kami yang hanya bisa diam sambil menggores, selalu dancing without moving. Yak kembali kepada pola-pola rilis-merilis pada tiap Desember yang poranya semarak ini. Gaung-gaung ini ingin menyemarakan. Yang kami lihat ya, yang kami lihat. Dan yang kami rasa. Hal ini seperti kita berjalan di atas bumi. Dimulai dari dataran rendah yang lembut atau kadang berbatu, lalu lambat laun kian memuncak, kemudian memuncak, dan sampai pada dataran tinggi yang bagian atasnya biasa digambarkan tumpul atau runcing. Itu, itulah, bulan Desember tanggal 31 adalah puncak itu, dan di atas sana kami lepaskan bebunyian "Gaung Perpestaan" ini yang kemudian ada yang dancing and moving dan ada juga yang without simpul itu lah tempat kami melepaskanya, seperti melepaskan ikan-ikan ke dalam akuarium atau anak penyu ke lautan. Terserah mereka mau terbang kemana, mau mengajak menari siapa, dan bagaimana mereka menari. Terserah pada bebunyianya. Yang kami lihat disana kemudian setelah memuncak dan menari, kemudian turun lagi, ya, turun lagi, kembali semua dimulai dengan angka satu di tahun yang lebih baru. Dan kembali kami, bersama semua bebunyian yang tercatat serta bebunyian yang bebas dan tidak tercatat, kembali mengarungi dataran rendah itu, merenung, mabuk, dan berusaha keras untuk kembali hadir ke puncak yang sama atau berbeda lagi, entah panoramanya seperti apa, tarianya apa, bebunyianya bagaimana. Yang jelas semua kembali hadir ke puncak dan setelah itu semuanya turun lagi dan begitu lagi seterusnya. Semuanya dilupakan pada permulaan, dan diingat lagi ketika mencapai akhiran. Dalam dansa dan nada yang teratur, pada puncak pergantian masa. Kami tetap merana dan menganga untuk muntah-muntah dengan penuh tulus ikhlas di Hak Nam yang ombaknya bergulung-gulung. Jangan lupa pakai pengaman, dan pegang papan seluncur kalian erat-erat, berjumpa atau tidak berjumpa lagi, Hak Nam akan selalu menjadi tempat berkumpul kita, untuk berbagi, menari, atau sekedar mabuk dan meracaui, lagi dan lagi. Selamat menari dan menikmati. Kehangatan ini, semoga terus bisa berlangsung abadi. Salam.
No comments:
Post a Comment