Sebuah kembalian. Setelah seseorang membayar harga atas suatu hal, dengan nominal melebih harga atas suatu hal tersebut, maka sudah selayaknya orang tersebut mendapat kembalian. Sebuah tanggung jawab. Begitu pula ketika seseorang, sudah membuat karya, yang jumlahnya sudah terlanjur lebih dari satu karya, dan pembuat karya untuk sejumlah karya jumlahnya hanya satu, maka mereka akan kembali, untuk memberikan 'kembalian', atas beberapa jumlah karya yang telah dilepas sebelumnya, suatu kontinuitas. Tidak terlalu ada hubungannya, kami hanya mencoba menghubungkannya saja, karena kami rasa ada hubungannya. Bisa dihubung-hubungkan. Sabarbar kembali, memberi kembalian, pada sejumlah karya sebelumnya, setelah sekian lama. Lama betul, setelah beberapa karya sebelumnya, yang kami rasa jeda tiap keluarnya karya dari Sabarbar biasanya tidak terlalu lama. Selalu ada yang bisa dimuntahkan kapanpun oleh Monster of Folk dari kota Yogyakarta ini. Ya benar, Monster. Monster of folk. Monster dalam ranah musik dan/atau non-musik yang memiliki perunsuran dari apa-apa yang disebut sebagai folk. Monster ketika kitamembayangkan apa itu monster begitu saja. Akbar sebagai Sabarbar dalam permainannya pada bunyi dengan kategori yang seperti itu, bagaikan sesosok monster berambut gondrong yang berantakan, dengan wajah bengis yang nampak jerawatan karena tidak terlalu dipikirkan, mengenakan pakaian serba hitam, mencakar liar dan mencubit sakit senar-senar yang terpasang kencang pada tubuh sang gitar sebagai penghantar sifat-sifat Monsteriannya yang diperagkan dengan lebih jelas meskipun tak terang melalui lolong dan racau yang bersifat formless atau bahkan yang lebih tidak terbatas lagi yaitu free form. Menjadi sebuah kebulatan suatu ciptaan yang akan membuai lobang-lobang telinga yang sedang duduk dan dengan siap menyerahkan diri untuk diterkam oleh bebunyian-bebunyian yang tak bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi pada para pendengar setelah mendengar bebunyian-bebunyian yang demikian dalam suatu dimensi pendengaran. Sangat menakutkan. Mengenal sosok Sabarbar, yang tak perlu repot atau berlebih-lebihan dengan merasa bertanggung jawab atas substansi-substansi Iblisian yang ditulisnya. Seperti seseorang yang menendang bak sampah sampai tumpah dengan serampangan tanpa meminta maaf setelahnya, dan membiarkan orang di sekitarnya saja agar merasa bertanggung jawab dan merasa bersalah atas kotornya semesta yang diakibatkan oleh peristiwa tumpahnya sebuah bak sampah. Inilah Sabarbar, monster yang sebenarnya, monster pendawai gitar, dan pelolong nyanyian-nyanyian penuh kebengisan.
Sebetulnya ada, mungkin, satu hal yang dapat memperkuat kebulatan karya yang telah ditulis dan dimainkan oleh Sabarbar, pada karyanya yang sekarang ini, juga karya-karyanya yang sebelumnya. Mungkin, sebuah proses perekaman karya yang apabila dilakukan dengan lebih halus, langkah demi langkah, dengan memperhatikan elemen-elemen instumental dan vokal yang direkamnya satu persatu, yang kemudian diramu lalu dikemas dengan lebih profesional dapat menjadi alat bantu bagi penerangan atau dapat menerangkan atau dapat menjadikan karya-karya yang dibuat oleh Sabarbar ini menjadi lebih terang. Namun apa daya, tidak semua orang dapat mengendalikan apa yang sudah dikehendaiknya. Sabarbar sudah semenjak dulu adalah monster yang semaunya sendiri atas karya-karya yang dibuat dan dimainkannya. Dan memang juga kami rasa, apabila keliaran ini, keliaran yang amat alami ini berusaha untuk dijinak-jinakkan dengan cara-cara bagaimana biasanya orang-orang menjinakkan kekasaran yang dipunyai oleh karyanya setelah sudah direkam, maka penjinakkan tersebut dapat mengurangi dan mengusik hal yang sebenarnya lebih enak dan lebih pantas apabila hal tersebut dibiarkan tetap liar. Dan proses-proses tersebut akan menjadi sebuah proses konservasi karya yang sia-sia, karena telah mengusik dan mengurangi kebulatan yang dimiliki oleh suatu karya yang sudah bulat. Kami memang tidak sering mendengarkan musik yang menyanyi-nyanyi dengan demikian. Jadi kami juga bukan orang yang sangat tahu, hal apa yang dirasa sangat dibutuhkan bagi karya-karya yang menyanyi seperti itu bagi orang-orang yang tahu. Menyanyi-nyanyi yang terakhir kami dengarkan pun kembali pada Lou Reed dan Michael Gira. Tuan-tuan atas karyanya pada tiap jenisnya yang tidak pernah jinak. Walau terus dijinakkan oleh dunia-dunia yang mengiringinya, lekuk-lekuk keliaran pada tiap karya yang dilepasnya tak pernah hilang. Begitu pula yang terjadi dengan Sabarbar. Ketuanan atas karya-karya yang dilepas oleh pembuat karya, mungkin adalah satu-satunya hal, yang dapat menjadi kebenaran absolut atas unsur-unsur apa yang dikatakan oleh orang yang tahu tentang unsur-unsur tersebut, supaya ada dan dihadirkan dalam suatu karya pada tiap jenisnya. Semua kembali pada pembuat karya. Apakah sosoknya adalah seseorang yang menendang bak sampah lalu mau mengembalikan hal-hal yang tumpah dari bak sampah tersebut dan membersihkan semesta, atau sebaliknya. Mohon maafkan kami sedikit pusing saat memberikan penghantar ini. Kami sedikit lelah. Dan kepanasan. Dan muak. Dengan dunia. Mohon maafkan. Silahkan anda langsung nikmatkan. Nikmatkan segala kemuakan. Menjadi keindahan. Keindahan yang mengasyikan. Entah bintang keberuntungan apa yang mengiringi Sabarbar, namun berdasarkan nomor urutnya, karya ini adalah karya ini mendapat nomor urut rilisan yang menakutkan, yaitu karya dengan nomor urut rilisan 48. Jika anda mengetahui maksud kami. Yang tidak tahu maksud kami, silahkan mencari tahu, tidak mencari tahu juga tidak apa-apa, karena tidak tahu juga tidak apa-apa. Silahkan.
No comments:
Post a Comment