Hai para seniman. Hai para ciptaan. Ciptaan yang mencipta, sudut-sudut ilham pendengaran dari corong-corong telinga yang dikaruniai kepekaan. Pencipta-pencipta alur-alur, garis-garis, dan ombak-ombak berbentuk atau tidak berbentuk, serius atau tidak serius, yang karya-karyanya mewarnai tiap petak yang terjenjang dalam suatu dimensi pertemua. Yang lagi-lagi memohon keterlibatan antara peraya karya dan peminta dendang. Tidak ada habisnya, dan terus diulang-ulang. Pejamkan mata sejenak, coba gali-gali lagi apa yang tidak ada dalam setiap 'keberadaan', jangan coba berhenti menggali, karena tiap berhenti hanya ketidakpuasaan dan rasa kufur yang ditemui. Telinga-telinga keparat yang disoroti oleh para ombak disonansi di luar maupun di dalam dimensi. Yang tadi anggap saja basa-basi. Karena tidak semua hal memerlukan langkah-langkah awal yang disebut sebagai introduksi, lelah dan malas ini menghalaunya untuk terus keluar dan diulangi. Kira-kira begini, terbentuklah kolektif kobaran nada yang kobarannya itu dikatakan berat, gelap, dan nyaring, yaitu Doom Metal. Entah benar atau tidak, disana Johanes Handjono memulai kegiatan per-ombak-kan bunyi-bunyi seperti yang dikatakan tadi. Adalah Maur nama kolektif kobaran nada tersebut, yang juga dalam kegiatan per-ombak-kan bunyi-bunyinya mereka terjebak dalam kebebasan yang ada bentuk, sisi-sisi, dan rusuk-rusuknya. Bukan berarti kebebasan yang tidak ada bentuk, sisi, dan rusuknya tidak bisa menjebak. Karena dengan melihat pengalaman, dan menonton tiap tradisi pertunjukan maupun keluaran bunyi dari hasil rekaman, dalam tiap kebebasan, tetap terdapat jurang-jurang. Jurang yang ketika kita jatuh lalu kita mati maupun jurang ketika kita jatuh kita tidak mati, jurang abadi, yang menyimpan sunyi dan sejuta sepi. Kenapa kita tidak pernah membeci dari apapun yang terjadi dalam hidup ini selalu keluar dalam bentuk basa-basi ringan maupun berat yang bernama karya seni. Keren dan mantap itu juga basa-basi. Karena menurut kami, yang selalu terjun sengaja atau tidak untuk menikmati tiap cipratan-cipratan air mani hasil masturbasi dari tiap bunyi karya seni, kenikmatan yang hakiki adalah milik sendiri. Dan itu lah yang disebut bukan basa-basi. Bunyinya menyala begitu indah, terbang sendiri begitu bebas, dalam pergulatan dengan batas-batas ikrar durasi yang disuarakan oleh sang waktu, tidak membusuk dan terus mewangi tanpa peduli pada basa-basi tiap kurir-kurir penghantar dan penerima. Bunyi tidak sendiri, dan memliki kehendak untuk bunuh diri. Itu lah yang paling sering kami cari dan nikmati. Benar-benar membuat meledak sanubari.
Adalah Trio EnRio, kolektif kobaran nada yang memasukkan diri mereka sendiri ke dalam kamar Free Jazz, yang mana tidak dapat dipungkiri keberadaannya di ibu pertiwi kita ini diprakarsai oleh kolektif Free Jazz tampan yaitu Sungsang Lebam Telak, yang kemudian kita ketahui sendiri keberadaannya sebagai pengikrar kesatuan bunyi Free Jazz yang juga berasal dari Yogyaakrta (seperti Trio EnRio. red.), yang dengan semangat Jazz Mafioso-nya berhasil meneror tiap hajatan yang di'hajati'nya, Kultivasi. Sudah-sudah, hentikan dulu diskusi apa itu serius dan apa itu bukan serius, pandangi saja air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir itu, sama halnya dengan air kencing yang turun dari penis ke lubang kloset, mulut-mulut dan kata-kata itu. Ya, lalu mungkin jika kami diperbolehkan untuk mencoba menjelaskan dan menjabarkan, dalam hal perekaman keluaran penyatuan bunyi, Trio EnRio memiliki 'semangat' tersendiri untuk membuatnya tampak begitu segar dan jelas di pendengaran melalui kualitas rekaman yang terbilang mumpuni atau resik. Tampak pula perbedaan dari tiap lagu yang dihimpun dalam demo kolektif Trio EnRio yaitu durasi tiap tembang yang tampak tidak tanggung dan terlihat amat dilakukan denga bebas, pelepasan jala-jala pikiran yang terjun dari ujung jurang menuju liang lembut tempat bunyi mewujudkan kehendak jala-jala pikiran yang dilepaskan oleh tiap individu yang tergabung dalam kolektif tersebut. Yang mana mereka adalah manusia, memiliki dua tangan, tiap-tiapnya memiliki satu otak, dua mata, dan dua corong telinga yang terus tiada henti berkoordinasi dan berkompromi dengan bunyi untuk menuju suatu mufakat sampai bulat dan tercapai sudah kepuasan. Dari tiap tatanan komposisi yang ada dari tiap tembang yang mereka ciptakan, tampak satu ciptaan yang menurut kami tampak cukup menonjol dari kedua tembang yang lain, yaitu tembang "Sirkumstansi Diskognitif". Yang mana apabila kami mencoba untuk mengaitkan dan menerjemahkan apa yang menjadi getaran yang ingin digetarkan oleh Trio EnRio melalui tembang tersebut adalah tiap kocokan yang terjadi pada tatanan kehidupan yang stabil, sebut saja kecelakaan, seperti manusia yang disurupi oleh makhluk gaib yang bernama epilepsi, yang berhasil memberi kocokan yang sakit dan membanjiri dengan lendir-lendir putih pada tiap kestabilan gerak tubuh dan keteraturan inderawi yang dikehendaki oleh tiap manusia. Suatu penggambaran keadaan yang tadinya diam, menjadi tidak diam, seperti gempa bumi, tidak beraturan, mengguncang, dan menghasilkan kerusakkan. Sungguh menyenangkan, kami senang sekali dengan tembang ini. Sungguh menantang, berenergi, dan merusak sepi. Inilah apa yang kami rasa kolektif ini coba lakukan, tidak perlu basa-basi itu dan ini, mereka hanya ingin mewarnai, dengan tembang-tembang yang lahir dari fantasi. Berdasarkan kebiasaan dari kompromi dan basa-basi yang meledak gesekanya dari tiap hubungan yang dialami oleh para member dari kolektif ini, mungkin ini adalah ledakan gesekan itu, ular-ular yang menari, pelangi-pelangi yang menukik curam jatuh ke bumi. Silahkan unduh dan nikmati.
No comments:
Post a Comment