Feb 5, 2014

EAR[40] - Dani Kusumawijaya Mayr - Cedars Of Lebanon (2014)


Hai. Mungkin bisa sepertinya ya kalau kami ingin melihat jumlah rilisan yang sekarang kami lepas ini sudah mencapai angka yang di atas itu, seperti melihat usia yang kami tempuh, meskipun secara riil tidak bisa seperti itu tapi sekali-kali tidak apa bukan untuk melihat yang tidak untuk dilihat. Jangan panik, ini bukan senja ataupun malam, ini hanyalah sia-sia dan tanggung-tanggung saja. Jadi pada apa yang kami katakan tentang usia seperti di atas, yah, kami pada sebuah prolog ini ingin menekankan sebuah penasaran dan perasaan yang kami rasakan dan kami rasan-rasan, ya kami rasa bahwa sekali-kali serius itu juga tidak ada salahnya, bahkan untuk waktu lama (tidak sekali-kali) bahkan selamanya, dan selamanya tidak. Jadi kami tekankan dan ceritakan, bahwa ya yang kami suka itu ya seperti ini. Bukan masalah memilih mana yang suka dan tidak suka ketika merasakan, mengecap, dan sepakat untuk melepaskanya. Kami ini... juga suka mengais... kami kais-kais apa-apa itu yang berjatuhan yang ada di bawah yang sepoerti tak terlihat dan bahkan tak terdengar. Kami usap-usap dan jamah-jamah dengan telapak yang serba terbatas ini untuk kemudian kami masukan dalam kantong atau wadah untuk kemudian dibagikan kepada semua yang menginginkan, entah dengan keraguan atau tanpa keraguan. Dan mungkin itu yang disebut orang-orang dengan sebutan kurasi. Dan kurasi itu memiliki nama... ya namanya Ear Alert. Pengirim sinyal pada telinga-telinga yang penuh keengganan untuk menajamkan perhatian dan selalu bersiaga meskipun tidak harus selalu menjadi dalam. Yang jelas kami juga tidak sedalam itu. Kami mengendalikan kedalaman itu agar kami bisa kembali lagi juga untuk melihat apa yang terjadi di permukaan. Sehingga sebetulnya kami berusaha menghibur diri dan kami tidak tahu apakah ini adalah pembelaan bahwa, tidak ada salahnya berserius atau bertekun-tekun, atau sekedar mengernyitkan dahi pada suatu objek yang harus dikais itu, toh dunia ini juga bukan milik para manusia, dan juga bukan milik para kera. Karena itu kita bebas untuk tulus, setulus-tulusnya tulus.

Jadi, disini kita melihat sesuatu yang amat tidak terang. Tidak terang sehingga amat tidak terlihat. Sehingga yang terlihat hanya ketidak terangan. Kabur-kabur, remang-remang, petang-petang. Melihat sesuatu yang tidak terang, kemudian juga bisa dibilang sama sulitnya ketika akan menjelaskan sesuatu yang tidak terang tersebut. Susah bukan menerangkan sesuatu yang dari awal sudah tidak terang, kan sudah pernah kami bilang. yah, mungkin ini hampir sama halnya ketika kalian mendengar atau melihat performa atau rekaman dari proyek solois mabuk, Sabarbar. Sudah kami bilang kami tidak sedalam itu, tapi mungkin jika kita bisa sedikit memperhatikan, kalau Dani Kusumawijaya Mayr memiliki sesuatu yang ingin disampaikan terlebih dari Sabarbar, itupun jika kalian mau menggunakan kepekaan yang sama dengan kami, atau ingin sedikit lebih menelisik. Yang jelas Dani juga merupakan salah satu aktivis dan penggemar bebunyian yang apa kami bilang dalam prolog pada paragraf (atau bukan paragraf ?) sebelumnya dan dia juga memiliki kata. Kata yang bisa kalian baca dalam kemasan digital berkas bebunyian yang kami unggah dan bisa kalian unduh gratis dalam laman ini. Kami cukup tersentuh dengan apa yang dia katakan tentang ruang, dan apresiasi. Tidak dalam dan juga tidak naif. Biasa-biasa saja-isme yang menyentuh dan membobos sanubari kami untuk menetaskan berkas-berkas yang ada di dalamnya ini. Untuk dilepas bagai tekukur yang merindukan kebebasan yang ada di luar sangkar. Tanpa sadar kami sudah mencapai batas, dan menabrak sudut ini, yah sebuah sudut yang tidak terlalu terang untuk bisa kembali diterangkan. Mungkin akan lebih terang jika ketidak terangan dari sudut yang tidak terang ini jikalau didengarkan. Biarkan bahasa tulisan dan bahasa lisan untuk bisu sejenak, agar apa yang terkubur sebenarnya dalam sebuah karya yang mengandung sesuaraan itu dapat menyeruak, melambai-lambai seperti asap yang bernyawa, untuk membobol semua telinga-telinga yang enggan, masuk, menendang-nendang seperti bayi yang butuh kasih sayang, meskipun kadang sekedar rasa sayang pun tak selalu akan terus dibalaskan. Selamat bersayang-sayang, dan untuk tidak bersayang-sayang. Silahkan. Salam.

No comments:

Post a Comment