Apr 16, 2014

EAR[45] - Desperate Zebra - Demo (2014)


Kami suka sekali ini. Selalu bisa menemukan hal baru dan kemudian membagikanya seperti ini. Benar-benar menyenangkan ya. Hai. Dalam party kali ini kami kembali memilih untuk membuatnya dengan rasa yang berganda. Double release, itu namanya. Kenapa Desperate Zebra kami letakan pada urutan yang lebih baru karena kami berusaha ingin menyambungkan yang baru dengan yang baru, dan yang baru dari yang lama, masing-masing. Agar yang baru sekali ini, teridentifikasi sebagai baru sekai dan yang baru dari yang lama teridentifikasi sebagai pembaharu. Begitulah, tidak penting bukan, karena sungguhlah tidak pentin suatu identitas itu karena identitas diciptakan sebenarnya hanya untuk terkikis. Terkikis melalui proses yang selalu berulang, proses penghakiman yang disadari dan tak disadari, dalam dimensi antara pembuat bunyi dan pecandu bunyi. Saling mengikis antara kesadaran untuk pecandu bunyi dengan identitas untuk pembuat bunyi. Saling beradu untuk meraih fungsi hakim untuk sebuah atau beberapa buah bunyi. Pengiring pundi-pundi yang teracuni, menuju sembuh atau mati. Suatu sihir yang tak disadari, karena telinga-telinga keparat kerjaanya hanya sok sadar, sok sadar bagian kedua, dan sok-sok yang lainya lagi. Persetan gengsi, bunuh ambisi, tak ada misi, ledakkan dengan bunyi. Sungguh munafik ya sebenarnya kehidupan ini. Tapi kami tidak menyerah untuk mencari cara sembuh kok. Agar tenang seperti air, lentur seperti angin, lembut seperti tanah, terang seperti api dan licin seperti bunyi. Seperti yang sekarang ini, kami merasa tersihir. Proyek bebunyian terbaru dengan balutan mantra pertemanan sederhana yang asalnya dari bumi selatan. Bumi selatan kembali membuat penyembuhan, bentuk baru, bunyi baru, dan mantra baru.

Kami masih sangat ingat, mantra-mantra sederhana yang dihembuskan oleh pembuat bunyi-pembuat bunyi seperti I C H A N, Caterpillar atau The Kiriks, dalam setiap dimensi yang dibangunya untuk menarik kami dan melakukan pemberangusan kesadaran, goyah dan kemudian sadar kembali, untuk berbagi. Seperti saat ini, kiriman berkas digital langsung dari bumi Pleret, Bantul, Yogyakarta. Kolektif atau duo pembuat karya seni bunyi yang terdiri dari Unggul Wisesa Haddad (Daddad) dan Wednes Mandra (Rabu) kembali menghempaskan kesederhanaan, kehangatan, dan sedikit bumbu kesedihan lewat buah cinta bernama bunyi yang menjadi sihir, sihir yang aduhai. Juga tidak lupa, kiriman-kiriman dari bumi Pleret tak jarang merupakan kristalisasi-kristalisasi keisengan dari mereka-mereka yang berada di dalam kehangatan ruang pertemanan di bumi selatan Yogyakarta yang begitu asri dan penuh misteri. Yak betul, unsur misterius selalu melekat pada karya-karya yang berasal dari sana (apa kami perlu membuat istilah baru seperti Pleretcore begitu? Oh baik tidak usah kalau tidak perlu), yang seperti menjadi pemberi 'bau', bau-bau yang khas pada tiap bunyi yang mengandung misteri yang layak untuk digali. Seperti tanah kuburan yang ditaburi dengan rupa-rupa kembang agar selalu wangi saat dikunjungi. Sepertinya para pleretian memiliki suatu senyawa magis, suatu pemberian dari pemberi berkah, yang dimana pembuat karya seni bunyi dengan tipe sederhana seperti yang saya bilang tadi, memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Disini, pleretian-pleretian ini dalam pembangunan ciri khas, secara langsung atau tidak langsung, dan sengaja atau tidak, seperti menumpuk suatu gundukan tanah basah asli yang alami, kemudian menaburinya dengan bunga-bunga wangi, membalutnya dengan selimut bunyi-bunyi wujud kristalisasi seni bunyi dari hati, dan menancapi gundukan tanah dengan papan pemberontakan seni bunyi bernama Pleretian Sound. Sungguh sesuatu yang ngeri untuk ukuran suatu ciptaan bernama bunyi. Dan tanpa gengsi mereka memanfaatkan platform-platform yang ada di Hak Nam untuk mendistribusi bunyi, yaitu tanpa harus berusaha tampak lebih tradisionil, dan juga tanpa kehilangan unsur-unsur luhur nan hangat yang terletak dalam konteks tradisionil itu tadi. Yah, semua diakhiri, atau selalu berusaha diakhiri dengan presepsi, duhai telinga-telinga tengik, dengarkanlah bebunyian wangi ini. Seperti awal yang selalu diawali kembali, awal yang menghendaki awal lagi, untuk selalu mensemerbakkan wangi, di setiap penjuru negeri. Unduh dan nikmati.

No comments:

Post a Comment