Salam. Selamat tahun baru untuk semua telinga-telinga yang setia bertengger pada tiap keberadaan-keberadaan yang berdiri. Ia menggantung, berlubang, dan lembut. Ia ada untuk menerima tiap suara yang datang, dan bergetar-getar sebagai reaksinya terhadap segala hal yang masuk ke dalam lubang tersebut. Selamat tahun baru lubang telinga. Izinkan kami masuk, wahai lubang telinga. Izinkan kami berbuat obrak-abrik sejenak di dalam kepunyaanmu yang lembut dan pasrah itu. Halo, ini kami, datang lagi. Kami kembali hadir untuk menyiarkan buny-bunyi yang merekat pada tiap sudut lembut kelenjar dalam telinga. Terlepas dari segala huru-hara yang terjadi pada tahun yang sebelumnya di suatu tempat non-Hak Nam, kami, kembali, wahai teman. Sempat kami merasa pilu, agak terlalu dalam rupanya kami pikirkan, apa yang terjadi pada waktu tersebut, membuat kami begitu ramai meracau, dan begitu kaku termenung. Setelah sadar, dan menyesali atas keberlarutan-keberlarutan yang tiada guna, kami kembali berdiri tegak. Sudah kami sadari bahwa itu hanyalah problema sepele, oleh telinga-telinga yang memiliki kehendak-kehendaknya sendiri, yang terjadi di dalam dunia yang tak lebih kecil dari butiran bedak ini. Kenapa harus diulang-ulangi, semua sudah selesai. Kami memutuskan untuk kembali ke nol, kembali pada kesenangan kami yang biasanya, dan masa bodoh dengan kerikil-kerikil tajam yang menancap sekejap pada telapak kaki. Kau dengar itu? Masa bodoh. Terlalu banyak meracau sambil berpikir yang 'iya-iya', membuat kami sedikit lupa untuk apa kami ada. Untuk apa kami berdiri sebenarnya. Bersenang-senang, berusaha menikmati tiap kadar-kadar bunyi yang ada, berapapun dosisinya, bagaimanapun bentuknya, dan kemudian memilih, untuk menyiarkan, menyebarkan, dan membuatnya meledak-ledak, tanpa harus lama berlarut pada kerikil tajam yang menancap sekejap. Kerikil tajam itu, sudah kami buang jauh-jauh, begitulah ada kami untuk kami sendiri, dan untuk anda sekalian. Kembali kami mengucap salam. Selama samudera Hak Nam masih gagah membentang, dan pulau-pulau seperti pilihan siaran Space Station Soma, DEF CON Radio, dan SF 10-33 masih tetap gagah menempel pada orbit untuk mengibarkan desiran bunyi ombak di samudera Hak Nam, kami akan terus bersenang-senang. Itulah ada kami untuk bersama-sama, dan ada kami untuk kami sendiri.
****
Kali ini, sebenarnya kiriman lama dari sahabat lama pula, yang terus kami rindu, dan kami tunggu bunyi-bunyi yang dibuatnya untuk disiarkan. The Kiriks, kolektif yang didirikan oleh Hardiat Dani, kembali menyajikan bunyi-bunyi untuk mengisi tiap tempat kosong pada barisan kotoran telinga yang nantinya akan kalian buang dengan memakai Cotton Swab. Tema bunyi kali ini adalah interpretasi beliau mengenai istilah-istilah yang dipopulerkan oleh Sigmund Freud melalui teori psikoanalisisnya kalau kami tidak salah. Tanpa mengharuskan fiksasi bunyi ini disetubuhi dengan dominan oleh 'bahasa' lewat judul-judul yang disematkan pada bunyibunyi tersebut, kami menyimak bebunyian-bebunyian ini. Banyak sirkulasi-sirkulasi bunyi yang melompat-lompat kesana-kemari, tetap dengan kualitas fiksasi yang penuh konsisten dipegang oleh Dani, disajikan dengan begitu bebas, tanpa berpura-pura, dan berepot-repot barang sebentar untuk memikirkan lekuk-lekuk dari bunyi tersebut. Berepot-repot seperti orang sedang menuntaskan teka-teki balok rubik saja. Sekali lagi tanpa harus berlama-lama kita mengambil jeda untuk disetubuhi bahasa, langsung saja dengarkan persembahan dari The Kiriks berikut ini.
Rilisan yang satu lagi, datang dari dua pembuat bunyi yang berasal dari dua tempat yang berbeda. Theo Nugraha dari Samarinda, dan Antitalent dari Serbia. Masih hangat di ingatan kami ketika kami pertama kali dipertemukan dengan bunyi-bunyi yang dibuat oleh Theo Nugraha lewat proyek splitnya dengan To Die. Pertama kali sobat kami tersebut membuat keluaran bunyi yang 'seperti ini' lewat alat-alat sederhananya, dan hingga sekarang ini dengan segala perkembangan yang dibuatnya, membuat kami tak dapat menutupi diri ini dari rasa kagum. Semenjak perilisan proyek split tersebut, dan juga kedatangan Indra 'Menus' ke kota Samarinda, nampaknya timbul semangat dari suatu perkumpulan, dan orang-orang yang ada di dalamnya untuk menghidupkan kreasi-kreasi dalam bunyi yang 'seperti ini' melalui tiap benda yang diutak-atik bentuk serta fungsinya, sehingga benda-benda tersebut memiliki daya bunyi untuk membuat bunyi yang 'seperti ini'. Masih menarik untuk disimak apa yang akan terjadi pada masa depan skena bunyi yang 'seperti ini' di kota Samarinda dengan melihat aktifitas-aktifitas mereka yang semakin nampak terlihat dengan munculnya label rekaman seperti Loudness Records. Bersyukurlah anda sekalian, karena pada kali perilisan karya-karya ini kami sedang tak begitu ingin disetubuhi atau bersetubuh dengan bahasa, agak lelah rupanya kami setelah menghadapi ujian-ujian yang menguji kesadaran, yang terus datang seperti udara yang keluar masuk dari lubang hidung. Maka dari itu, selamat menikmati, pesta double releases, kali ini, salam lagi.
No comments:
Post a Comment