Selamat malam, selamat pagi, selamat sore, dan selamat siang pembaca sekalian. Kenapa kali ini kami sapa anda-anda sekalian sebagai pembaca? Karena mungkin saja beberapa dari anda merasakan hal yang sama dengan apa yang kami rasakan saat ini. Entah saja, rasanya kuping ini tersumpal begitu kuatnya, seperti ada karet kuat yang menutupi lubang telinga dengan begitu angkuh, begitu arogan. Selera? Belum tentu. Sebetulnya tidak enak juga kalau kuping tersumpal sedangkan di lingkungan semua orang berteriak-teriak "Sosialisme! Sosialisme!", yah, persetan dengan sosialisme. Kedalian materiil tidak memberi apa-apa pada kami, keadilan absolut? Belum tentu juga, tapi layak dicoba, toh keadilan itu baru dibilang keadilan apabila pihak yang berkepentingan merasa puas dengan putusan yang dibacakan di pengadilan. Sampah. Sehingga kemudian kami terbawa sampai pada situasi ini, masih tersumpal telinga ini, hingga untuk merasakan sedikit gatal pun begitu sulit. Sesak nafas sepertinya, hampir sama juga rasanya dengan sesak hati untuk merasa, merasa gatal pun tidak, wajar sebenarnya karena yang dilontarkan bukanlah olokan, bisa bersabar setelah diolok-olok: itu baru hebat, apalagi kalau bisa membalas. Ya. Kali ini kami kembali untuk mensabdakan bebunyian bagi telinga anda sekalian, secara online, dengan proyek yang asing tak asing lagi, Charon, pasangan perusak soundscape dari Purwokerto.
Bukan kewenangan kami untuk menghakimi, rasa keadilan pun belum "dengan sempurna" kami miliki, tapi mari kita tengok, dan cuap-cuap sejenak mengenai bebunyian ini. Hmm, tetap kami tidak mengerti. Apa yang kami dengar dari bunyi pertama hingga bunyi ketiga adalah rekaman "kecipakan" air yang mungkin bersemayam di bak mandi, yang kemudian diramu dengan (entah melalui contac mic atau tidak) prosesor-prosesor bunyi yang sepertinya dipertujukan sebagai pemberi 'nuansa' bagi rekaman 'kecipakan' air yang tadinya mentah tersebut. Sesekali kalau anda jeli, anda bisa mendengar lenguhan dari sang pembuat bunyi yang ikut terekam dalam tembang ini, atau mungkin kami cuma salah dengar, abaikan saja. Jelasnya, kami tidak tahu apa-apa terkait pengalaman Ozsa dan Dina dengan air, maksudnya hal-hal apa sajakah yang mereka alami bersama air. Entah itu rasa senang, sedih, tegang, takut, atau tenang yang mungkin dari pertama kali mereka bersentuhan dengan air hingga saat mereka membuat bebunyian ini, yang mereka dapat dari kesegaran, kederasan, dan kebasahan yang dapat dibuat dengan air. Kami tidak tahu apa-apa tentang pengalam mereka berdua bersama air, bahkan dengan mendengar bebunyian ini, seperti yang sempat kami utarakan pada paragraf sebelumnya bahwa (mungkin saja) karena kuping kami sedang tersumpal, sehingga membuat nafas dan hati ini terusik gatal pun menjadi sulit, entah siapa atau apa yang menjadi penyumpal lubang penyalur dimensi pendengaran ini, visual seganas apapun tak muncul juga setelah mendengar berulang-ulang. Lebih jelasnya lagi, mungkin bebunyian-bebunyian ini dapat mengajak kita untuk sekadar, dengan sederhana, mengenali kelicinan atau 'kelunyuan' yang menjadi sifat sejati air yang tak jarang bisa mencelakakan. Bagaiamana dencitan air yang tajam, bisa dipakai sedemikian rupa demi suatu tujuan yang di'setir' dalam penggubahan suatu wujud bebunyian. Nalar itu akan muncul apabila ingin bermain benang merah dengan apa yang banyak disebutkan ketika berbicara tentang seni bunyi kebisingan, tentunya tentu saja bukan? Saran kami sebagai pengakhir dari cuap-cuap ini adalah: "Pura-pura terkejut itu tidak baik bagi kesehatan", dan "Pesan yang tak sampai akan segera kembali kepada pengirim pesan tersebut", sekian, salam.
No comments:
Post a Comment